Kamis, 21 Maret 2013

ETIKA HINDU


Etika Hindu

         Dalam pandangan Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik dan jahat atau surga dengan neraka melainkan memiliki etika-etika yang berdasar karena kebutuhan untuk menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan ambisi untuk mengarahkannya pada sebuah kehidupan yang harmonis di bumi dengan tujuan mutlak dari agama Hindu untuk menyadari keberadaan kita sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu adalah kesadaran pada diri kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari keberadaan manusia dan kebebasannya. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap individu yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan diri (atman). Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian (artha) untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek, kebutuhan untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau penyatuan dengan Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat, bangsa, dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan sosial dan bertindak sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Sehingga dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang menandakan bahwa ketiganya tidak dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban dharma. Moksa adalah tujuan yang terakhir karena keterikatan adalah memungkinkan ketika dari ketiga bagian lain sudah terpenuhi. Walaupun dharma memiliki arti yang berbeda dari sudut pandang etika, dharma adalah sistem moral dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh faktor yang membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk perbuatan dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha), keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan egoisme (ahankara).
Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena pengaruh ketujuh faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh kebajikan, yang dikenal dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab "Manu Smrti" yaitu sebagai berikut:
Akrodha (tidak marah): Kemarahan yang menutupi alasan, menghasilkan perbedaan antara benar dan salah, serta kebajikan dan keburukan. Ketika pemikiran yang dapat membedakan itu dirusak maka orang tersebut akan kehilangan identitas diri. Seseorang yang marah akan menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan tiga cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata kasar), dan secara mental (melalui keinginan yang buruk). Pengendalian kemarahan dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri.
Asteya (tidak mencuri): Secara umum mencuri dapat didefinisikan sebagai mengambil dengan paksa atau dengan tidak adil barang/benda milik orang lain. Dalam etika Hindu, mencuri juga termasuk didalamnya ingin menguasai barang/benda orang lain dan di atas kebutuhan legistimasi yang menghambat kemajuan orang lain, atau mengambil kesempatan mereka dengan memiliki sesuatu melalui maksud yang ilegal. Kurangnya pengendalian indera dan ketamakan seseorang biasanya menimbulkan suatu keinginan untuk mencuri. Seseorang yang memegang teguh asteya akan bebas dari ketamakan dan tidak memiliki keinginan untuk mencuri.
Atma Vinigraha (pengendalian pikiran): Pikiran yang terganggu tidak dapat akan membedakan benar dengan yang salah atau kebaikan dengan keburukan. Konsentrasi dalam memberikan kebijaksanaan dan kasih yang mendalam dapat meningkatkan kekuatan pikiran.
Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera): Indera harus dapat dikendalikan sehingga dapat berfungsi sesuai dengan pengarahan alasan. Pengendalian diri bukan tidak berarti penolakan diri namun dalam bersikap sederhana dalam memuaskan kebutuhan dan menghindari kebodohan. Seseorang yang dapat mengendalikan dan membebaskan dirinya dari berbicara yang lepas kendali, gosip, minum berlebihan, dan menjaga tubuh dan pikirannya agar terkendali. Kurangnya diskriminasi antara apa yang yang harus dan tidak harus dilakukan yang mengarahkan seseorang pada angan-angan. Sebuah pikiran yang berkhayal menjadi tidak sehat untuk dapat menyadari tujuan dari hidup seseorang.
Dhi (kemurnian pikiran): Kemurnian pikiran dan intelek adalah lebih penting daripada kecerdasan. Seorang manusia yang memiliki kemurnian intelek akan bebas dari rasa sakit, temperamen yang tidak baik, perasaan yang buruk, dan keinginan yang tidak dapat diduga. Para Rsi Hindu berpendapat bahwa kecerdasan sangat dianjurkan untuk pengajaran pada kitab agar melakukan perbuatan yang baik dan pikiran yang mulia serta meditasi yang teratur.
Dhrti (ketetapan dan persistence): Seseorang harus tetap dalam hal pendirian untuk dapat menemukan kebenaran. Pikiran yang selalu terus beriak tidak akan dapat menemukan kebenaran. Hidup yang benar sangat dimungkinkan hanya dengan komitmen seseorang untuk menjalankan kehidupannya.
Ksama (pengampunan atau kesabaran): Pengampunan adalah kebaikan yang utama dari moral dan etika hidup. Pengampunan dapat mempertahankan kesucian pikiran bahkan situasi yang provokatif dalam kehidupan seseorang.
Satya (kebenaran)
: Satya tidak berarti semata-mata berkata yang benar, perkataan dan perbuatan, dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Untuk menjalankan kehidupan yang bermoral dan hidup yang beretika, maka seseorang harus melakukan kebenaran. Konsep dari moralitas dapat berubah setiap waktu, namun kebenaran tidak akan pernah berubah. Tidak ada seorangpun yang dapat menyembunyikan kebenaran secara terus menerus.

Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran): Kemurnian itu terbagi dalam dua jenis yaitu fisik dan mental. Kemurnian fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari luar maupun dalam. Kebersihan diri dari dalam dapat diperoleh dengan menjalankan hukum kesehatan yang baik dan memakan makanan yang "sattvika" (makanan yang menyehatkan, kekuatan metal, kekuatan, panjang umur, dan yang bergizi serta mengandung nutrisi). Kebersihan luar artinya mengenakan pakaian yang bersih dan menjaga kebersihan tubuh. Kemurnian mental berarti bebas dari pemikiran yang negatif dari nafsu, ketamakan, kemarahan, kebencian, rasa bangga, kecemburuan, dan lain-lain.
Vidya (pengetahuan): Kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua jenis yaitu pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang lebih tinggi (para-vidya). Pengetahuan yang lebih rendah artinya pengetahuan yang bersifat keduniawian dalam bidang ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk kehidupan di dunia. Sedangkan pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi kesengsaraan yang tidak diharapkan, menggapai tujuan yang bukan halangan, serta mencapai kekuatan mental dan spiritual untuk dapat mengatasi perjuangan hidup. Pengetahuan spiritual dapat diperoleh melalui belajar kitab yang berhubungan dengan orang suci, dan dengan melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri (niskama). Pengetahuan spiritual juga dapat membantu seseorang untuk menjalankan kehidupan yang berarti, yang menguntungkan secara sosial. Tujuan pengetahuan spiritual ini adalah untuk mencapai penyatuan yang mutlak dengan Tuhan.

This entry was posted in :

0 komentar:

Posting Komentar